Hikmah Diam pada Saat yang Tepat

Hikmah Diam pada Saat yang Tepat
            Dikisahkan bahwa ada seorang lelaki miskin yang mencari nafkahnya hanya dengan mengumpulkan kayu bakar lalu menjualnya di pasar. Hasil yang ia dapatkan hanya cukup untuk makan. Bahkan, kadang-kadang tak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi, ia terkenal sebagai orang yang sabar.
Pada suatu hari, seperti biasanya ia pergi ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar. Setelah cukup lama ia berhasil mengumpulkan sepikul kayu bakar. Ia lalu memikulnya di pundak sambil berjalan menuju ke pasar. Setibanya di pasar ternyata orang-orang sangat ramai dan agak berdesakan. Karena khawatir orang-orang akan terkena ujung kayu yang agak runcing, ia lalu berteriak, “minggir…minggir! Kayu bakar mau lewat!”
Orang-orang pada minggir memberinya jalan agar mereka tidak terkena ujung kayu. Sementara, ia terus berteriak mengingatkan orang. Tiba-tiba lewat seorang bangsawan kaya raya lewat di hadapannya tanpa memperdulikan peringatannya. Kontan saja ia kaget sehingga tak sempat menghindarinya.  Akibatnya, ujung kayu bakarnya itu tersangkut di baju bangsawan itu dan merobeknya. Bangsawan itu langsung marah-marah kepadanya, dan tak menghiraukan keadaan si penjual kayu bakar itu. Tak puas dengan itu, ia kemudian menyeret lelaki itu ke hadapan hakim. Ia ingin menuntut ganti rugi atas kerusakan bajunya.
Sesampai di hadapan hakim, orang kaya itu lalu menceritakan kejadiannya serta maksud kedatangannya menghadap dengan si lelaki itu. Hakim itu lalu berkata, “Mungkin ia tidak sengaja,” Bangsawan itu membantah. Sementara si lelaki itu diam saja seribu bahasa. Setelah mengajukan beberapa kemungkinan yang selalu dibantah oleh bangsawan itu, akhirnya lelaki mengajukan pertanyaan kepada lelaki tukang kayu bakar itu. Namun, setiap lelaki itu bertanya ia tak menjawab sama sekali, ia tetap diam. Setelah beberapa pertanyaan yang tak dijawabnya berlalu, sang hakim akhirnya berkata pada bangsawan itu, “Mungkin orang ini bisu, sehingga ia tak bisa memperingatkanmu ketika di pasar tadi.”
Bangsawan itu agak geram mendengar perkataan hakim itu. Ia lalu berkata, “Tidak mungkin! Ia tidak bisu wahai hakim. Aku mendengarnya berteriak di pasar tadi. Tidak mungkin sekarang ia bisu!” dengan nada sedikit emosi. “Pokoknya saya tetap minta ganti,” lanjutnya.
Dengan tenang sambil tersenyum, sang hakim berkata, “Kalau engkau mendengar teriaknnya, mengapa engkau tidak minggir? Jika ia sudah memperingatkanmu, berarti ia tidak bersalah. Anda yang kurang memperdulikan peringatannya.”
Mendengar keputusan hakim itu, bangsawan itu hanya bisa diam dan bingung. Ia baru menyadari ternyata perkatannya menjadi boomerang baginya. Akhirnya ia pun pergi. Dan, lelaki tukang kayu bakar itu pun pergi. Ia selamat dari tuduhan dan tuntutan sang bangsawan itu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar