MEMBAYANGKAN PADANG MAHSYAR
Setiap muslim seyogyanya memiliki kepedulian dan kesadaran nyata tentang hari kematian, kiamat dan yaumul hisab, karena peristiwa2 ini adalah kenyataan yg pasti dihadapi umat manusia. Kepedulian dan kesadaran akan memperkuat keyakinan dan keimanan kita. Dulu, saya sering membayangkan seperti apa kematian itu, dan hasil kontemplasi membawa saya pada kesimpulan, kematian adlah proses peralihan kehidupan yg sungguh berat. Setiap bayi yg baru lahir secara alamiah umumnya menderita, karena mereka (kita) harus melewati lubang yg amat sempit (maaf). Para bayi menangis keras, sekalipun keluarga justru tertawa ceria menyambut kehadirannya.
Teknologi kedokteran saat ini melalui metode cecar membuat proses kelahiran secara kasat mata mungkin ‘mengurangi penderitaan’ si bayi. Begitu pula dgn kematian. Kita lahir dengan cara berbeda, tingkat kesulitan berbeda, maka proses kematian yg kita alami juga memiliki variasi perbedaan yg lebih kompleks. Satu hal yg jelas, tidak benar iklan2 di koran yg mengabarkan misalnya, “telah meninggal dunia dengan tenang..bla bla..”. Mungkin si almarhum terlihat tidur, mungkin si almarhum mati ketika tidak sadar, bahkan wajahnya menyiratkan ‘ketenangan’, namun harus diingat bahwa pada saat mati, penderitaan itu lebih dirasakan ruh ketimbang jasad. Wallahu a’lam.
Dalam catatan terdahulu sy pernah
menceritakan bahwa suatu hari saya pernah bermimpi mengalami mati. Dalam mimpi
kejadiannya tiba2, jadi seolah2 ada yg direnggut dari tubuh saya mulai dari
ujung kaki terus naik ke bagian tubuh atas, ketika telah hampir menuju ke
tenggorakan barulah saya sadar sedang menemui ajal, sempat membaca bacaan2, dan
puncak dr proses mati dalam mimpi tersebut, saya mengandaikan seperti tanaman
singkong yg dicabut dr tanah. Wallahu A’lam.
Setelah kehidupan dunia ini berakhir,
maka manusia mengalami peralihan alam yg berbeda dgn alam dunia dan alam
barzah, termasuk perbedaan dari segi wujud dan lama waktunya. Alam kandungan
bagi sebagian besar manusia merupakan alam paling singkat yg pernah dilalui
(sekalipun ada juga manusia yg memiliki kehidupan alam dunia lebih singkat
daripada alam kandungan). Setelah alam kandungan dan alam dunia, manusiawi
harus melewati alam barzah yg lebih lama waktunya, walaupun bagi org2 yg
beruntung rasanya berlangsung sebentar saja. Ketika memasuki alam kebangkitan
di yaumul hisab, waktu yg harus kita lalui lebih lama lagi. Jangan bayangkan
peristiwanya seperti pengadilan dunia yg biasanya tak sampai satu tahun. Di
padang mahsyar durasi waktunya begitu panjang dan jangankan org2 yg kehidupan
dunianya buruk, bagi org2 baik peristiwa padang mahsyar adlah kejadian yg berat
untuk dilalui.
Kita tahu jumlah umat manusia dan bangsa
jin jumlahnya mungkin miliaran (berapa pastinya hanya Allah yg Tahu), sejak
zaman nabi Adam sampai umat manusia generasi terakhir. Berkumpul dalam satu
tempat dalam kebingungan, hiruk pikuk dan tak tahu kemana kita akan pergi
sementara matahari didekatkan yg memaksa manusia butuh tempat berteduh.
Pada hari itu, bukan orang tua yg kita
butuhkan bantuannya, bukan pula anak dan sanak saudara. Setiap kita hanya
memikirkan kepentingan dan urusan kita sendiri. Pada saat itulah kita panik dan
sibuk mencari guru2 agama kita, pada mereka yg sewaktu didunia kita akui dan
kita percayai akan mampu membimbing kita ke tempat dimana Nabi Muhammad SAW
berada. Hanya Nabi Muhammad satu2nya manusia yg dikaruniai Allah syafaat di
yaumul hisab, yg akan memberikan tempat keteduhan sementara sbelum tiba saatnya
datang panggilan untuk dihisab.
Umat manusia masa itu seperti anak yg
kehilangan induknya, pergi kesana kemari tak tentu arah. Akhirnya setelah sekian
lama dlm pencarian (berapa lama, entahlah mungkin ribuan tahun di dunia, anda
bisa bayangkan mencari seseorang ditengah kerumunan miliaran manusia, jauh
lebih lama daripada waktu yg diperlukan Nabi Adam dan Siti Hawa untuk bisa
berjumpa sewaktu diturunkan ke bumi), insya Allah kita akan menjumpai guru2
agama kita, tapi jangan salah guru2 agama yg notabene didunia terkenal sebagai
kiyai dan ulama di padang mahsyar tak terlepas dari nuansa kebingungan. Padang
Mahsyar adalah tempat yg benar2 asing.
Lalu dgn berbondong2 kita mengikuti
kemana langkah guru terdekat kita kemanapun ia pergi. Para guru2 agama ini
pergi mencari guru2 mereka ditengah suasana sesak manusia. Harus diingat bahwa
untuk dapat bergabung dgn guru2 agama kita, kita butuh ridho dan penerimaannya.
Banyak guru yg menolak menerima murid2 mereka di padang mahsyar. Mengapa?
karena murid2 ini selama belajar dan setelahnya menimbulkan kesan buruk bagi
gurunya. Oleh karena itu, saya sering memberikan nasehat pada siswa2 saja,
“setidaknya ada tiga jenis manusia yg kalian butuhkan ridhonya, pertama
Rosulullah SAW, kedua orang tua dan ketiga guru2 agama”.
Pada hari itu, setiap murid mencari
gurunya, setiap jamaah mencari imamnya. Kita sebagai umat Nabi Muhammad masih
jauh lebih beruntung daripada umat Nabi dan Rosul lain, yg hilir mudik kesana
kemari tanpa solusi. Pada masa2 di Padang Mahsyar inilah nasib manusia
bermacam2, banyak murid2 yg mengikuti langkah gurunya yg sudah benar
mengarahkan jalan menuju posisi Rosulullah, namun tidak sedikit murid2 yg terlanjur
mengikuti guru2 mereka yg sesat dan akhirnya menyesatkan. Karenanya, mumpung
masih hidup di dunia, marilah selektif dalam memilih guru dan aliran
kepercayaan keislaman.
Secara sederhana, era Padang Mahsyar
memiliki beberapa tahapan. Tahap pertama adalah tahap klasifikasi atau
pengelompokkan. Setelah bangkit dari alam kubur kita dalam kondisi
tercerai-berai dan sebelum memasuki tahap hisab manusia saling menyatukan diri
dengan kelompok masing2 dalam jumlah yg banyak. Setelah itu kelompok manusia kafir
dan tidak memiliki secuil pun keimanan dgn cepat digiring menuju tempat mereka
masing2 di neraka. Adanya iman adalah prasyarat hisab, tanpa adanya iman apanya
yg mau dihitung, karena seberapa banyak pun kebajikan yg pernah diperbuat tanpa
memiliki keimanan sama sekali tak berarti di akhirat.
Setelah bersama guru2 agama, kita
berhasil menjumpai posisi Rosulullah di padang mahsyar, bukan berarti solusi
sudah didapatkan. Kita memerlukan ridho Rosulullah agar diperkenankan masuk ke
area syafaat. Ada kelompok2 manusia muslim yg ditolak masuk ke area itu, karena
perilaku fasik dan kurangnya kecintaan pada Nabi dan agama yg dibawa beliau.
Bila kita ingin memperoleh ridho Rosulullah tak ada cara lain selain rajin
menjalankan perkara2 yg wajib, meninggalkan perkara2 yg haram, dan rajin pula
mengerjakan ibadah sunnah2 yg disukai Rosulullah.
Setelah proses klasifikasi selesai,
barulah tahap berikutnya dimulai, yaitu masa hisab. Tidak seluruh umat islam
akan dihisab, ada kelompok muslim yg dipimpin Rosulullah menuju surga melewati
titian shiratal mustaqim tanpa dihisab sebelumnya, karena memang tak memiliki
dosa, atau seluruh dosa yg pernah diperbuat telah diampuni oleh Allah. Dalam
sebuah hadits diceritakan umat Islam adalah umat terbesar jumlahnya, umat lain
yg lebih sedikit adalah umat Nabi Musa dan jumlah umat Nabi dan Rosul lain jauh
lebih sedikit, bahkan ada Nabi yg tanpa pengikut. Ada 70 ribu umat Islam di
antara miliaran muslim lainnya yg masuk surga tanpa hisab (apakah kita salah
satunya???). Silahkan baca secara detail hadits tentang siapakah kelompok
manusia yg demikian beruntung ini.
Setelah kelompok manusia diputuskan
tanpa hisab (bi ghairi hisab) seluruhnya telah masuk surga, lalu setiap umat
Islam satu persatu dipanggil berlutut menghadap Allah. Inilah pengadilan yg
paling hakiki, dimana setiap kebenaran terungkap, setiap hal selama ini yg
dirahasiakan manusia akan tersingkap, tak akan ada yg mampu berbohong.
Takkan ada manusia yg sanggup merekayasa dan memanipulasi proses
pengadilan di akhirat. Proses hisab setiap manusia terasa amat lama bagi kita.
Bayangkan saja, setiap detik bahkan sekian mili detik dari kehidupan kita di
dunia akan dihisab dan dimintai tanggungjawabnya. Ketika seorang manusia
dipanggil menghadap Tuhan, maka dibentangkanlah kitab catatan amal selama hidup
di dunia, “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri waktu ini sebagai penghisab
terhadapmu.” (terjemah Q.S. Al-Isra’ :13-14). Bukankah Allah Maha Adil dan Maha
Bijaksana karena memberikan kesempatan kita sendiri mengecek setiap amal
perbuatan kita?
Waktu itu ada manusia2 yg mencoba
mengingkari atau mencari alasan atas setiap kesalahan yg di lakukan, tapi
kebenaran dan keadilan adalah milik Allah. Lalu, setiap bukti dan saksi
seluruhnya ditampilkan. Akhirnya mulut mereka dikunci tak bisa berkata2, lalu
tubuh jadi saksi, hati dan pikiran jadi saksi, manusia2 lain jadi saksi, alam
semesta yg selama ini kita tinggali jadi saksi. Saat itu ada manusia yg
bergembira, wajahnya ceria dan bercahaya karena Allah ridho terhadapnya, dan tidak
sedikit yg meneriaki diri sendiri, “sial aku, celakalah aku”, penuh penyesalan,
tentu penyesalan yg terlambat dan sia-sia. Sampai2 kelompok manusia ini berkata
mungkin lebih baik jika tidak diberikan kitab mengingat betapa buruk kitab yg
ia terima, bahkan mereka berujar alangkah lebih baiknya jika tak ada akhirat
dan kehidupan selesai setelah kematian.
Selain kelompok manusia tanpa dihisab
(bi ghairi hisab), kelompok berikutnya adalah ashabul yamin (penerima kitab
catatan amal shalih di tangan kanan), lalu ashabus syimal (penerima kitab pada
tangan kiri) dan terakhir ashabul a’raf (kelompok manusia yg keburukan dan
kebaikannya berimbang, ini kelompok yg selamat dari neraka tapi terhambat untuk
bisa segera masuk syurga).
Masa yaumul hisab adalah saat2 yg penuh
dgn sesuatu diluar perkiraan kita dan manusia lainnya. Ada org2 yg miskin amal
baik tiba2 menjadi kaya karena limpahan pahala dari org lain, dan ada juga org2
yg kita kenal alim, banyak beribadah, singkatnya banyak memiliki pahala tiba2
bangkrut saat menjalani hisab. Bahkan tidak hanya bangkrut, org2 tersebut juga
mendapat limpahan dosa, atas suatu kesalahan yg mungkin selama di dunia tidak
terpikirkan olehnya. Tidak ada urusan yg lebih membuat manusia pusing, risau,
gelisah, panik dan takut luar biasa selain waktu mengikuti proses hisab di
akhirat. Mengapa? karena setiap muslim waktu itu menyadari sepenuhnya resiko
bila diputuskan bersalah dan harus menjalani siksaan neraka yg tidak pernah
terbayangkan alam pikiran manusia penderitaannya. Wallahu A’lam.
Barangkali kita terpikir, “klo begitu
lama sekali ya prosesnya..”. Benar, lama dirasakan oleh manusia yg sedang
disidang, dan lama pula dirasakan manusia lain yg menanti giliran dipanggil
dalam pengadilan akhirat. Sekali lagi, waktunya lebih lama dari masa kita di
alam kandungan, alam dunia dan alam barzah. Wallahu A’lam.
Dalam sebuah hadits dikabarkan, amal
shalat menjadi amal yg pertama kali dihisab. Sebab shalat adalah simbol
keimanan pada Tuhan yg amat mendasar. Barulah amal perbuatan lain. Setelah
seorang muslim selesai mengikuti proses hisab, maka tibalah putusan dari Allah,
apakah kita termasuk org2 yg beruntung lolos dari hukuman neraka, atau harus
lebih dulu merasakan siksa sebagai konsekuensi kesalahan yg telah kita perbuat,
betapapun kecil jumlahnya. Begitulah satu persatu manusia dipanggil menghadap
Tuhan, dan kita tak tau bagaimana nasib kita saat itu. Karenanya, tak ada jalan
lain selain mempersiapkan diri sebaik mungkin menghadapi masa yaumul hisab.
Pesan Rosulullah, “tak ada bekal yg lebih baik menghadapi masa di akhirat
selain taqwa”.